Aset Digital Wajib Dilaporkan, Bagaimana Bayar Pajak Penghasilan dari NFT?

Pelayananpublik.id- Baru-baru ini viral seorang pemuda mendapatkan uang miliaran rupiah dari penjualan Non Fungible Token (NFT). Pria bernama Ghozali itu mendapatkan uang miliaran itu dengan menjual foto selfienya yang diambil setiap hari selama 5 tahun.

Karena viral, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pun berkesempatan langsung menagih pajak dari orang tersebut lewat Twitter.

“Selamat, Ghozali!,” tulis akun resmi Twitter DJP yang diunggah, Jumat (14/1).

Lalu bagaimana membayar pajak hasil penjualan NFT?

Perlu diketahui, NFT merupakan aset digital yang mana akan dikenakan pajak karena menghasilkan penghasilan tambahan bagi seseorahg.

Dari itu, NFT  wajib dimasukkan ke dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak. Pasalnya, marak terjadi perdagangan aset digital di tengah masyarakat.

Hal itu dijelaskan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kemenkeu Neilmaldrin Noor.

“Aset NFT maupun aset digital lainnya wajib dilaporkan di SPT Tahunan dengan menggunakan nilai pasar tanggal 31 Desember pada tahun pajak tersebut,” ucapnya dikutip dari CNN Indonesia belum lama ini.

Neil mengatakan, aset digital merupakan salah satu objek pajak lantaran memiliki unsur tambahan penghasilan bagi pemiliknya.

Walau belum diatur secara khusus, menurutnya NFT masih dapat dikenakan aturan perpajakan umum.

“Pemerintah belum mengenakan pajak secara khusus terhadap transaksi digital tersebut. Namun, ketentuan umum aturan perpajakan tetap dapat digunakan,” ujarnya.

Mengutip situs resmi DJP, dijelaskan ada empat kategori pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Orang Pribadi.

Pertama, WP yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas maupun yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, misalnya karyawan/pegawai, pengusaha, pekerja lepas, pedagang, dan sejenisnya.

Kedua, WP yang belum memenuhi persyaratan subjektif atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, namun berkeinginan mendaftarkan dirinya untuk memperoleh NPWP. Contohnya pelamar kerja yang belum memiliki penghasilan, mahasiswa yang belum memiliki penghasilan, dan sejenisnya.

Ketiga, perorangan yang sudah memiliki NPWP, lalu mendapatkan penghasilan berasal dari usaha dan/atau pekerjaan bebas pada 1 atau lebih tempat kegiatan usaha yang berbeda dengan tempat tinggal Wajib Pajak.

Keempat, warisan belum terbagi. “Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi yang meninggalkan warisan belum memiliki NPWP, dan dari warisan tersebut diterima atau diperoleh penghasilan,” beber DJP. (*)