Pelayananpublik.id- Kemajuan zaman membawa dunia ke dunia digital. Sehingga hampir semua aspek menyangkut digital termasuk olahraga.
Jika dulu game online hanyalah permainan dan hobi, kini pemerintah sudah meresmikannya menjadi e-sport. Yakni olahraga yang dimainkan secara online. Tak hanya itu, game online pun dipertandingkan secara nasional dan internasional.
Teranyar, kabarnya e-sport boleh diajarkan di sekolah. Lalu apakah artinya e-sport masuk dalam kurikulum di sekolah?
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menjelaskan e-sport tidak masuk dalam kurikulum nasional namun masih boleh diajarkan di sekolah.
Hal itu dijelaskan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kemendikbudristek Anindito Aditomo seperti dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (30/11/2021).
Ia berujar materi e-sports merupakan materi yang bersifat opsional. Jadi apabila ada sekolah yang merasa butuh materi pelajaran tersebut, maka diperbolehkan.
“E-sports tidak masuk kurikulum nasional. Sekolah boleh saja memasukkan konten tersebut jika dipandang relevan untuk kebutuhan dan konteksnya,” ungkapnya.
Ia juga menjelaskan mengapa e-sport belum masuk dalam kurikulum nasional yakni karena kurikulum nasional harus mencerminkan standar minimal. Materi-materi yang dimasukkan harus yang esensial dan relevan bagi siswa.
Sementara itu, kata Anindito, yang bisa menilai materi relevan atau tidak adalah sekolah. Karenanya, operasional kurikulum dibuat oleh sekolah bukan oleh Kemendikbudristek.
“Sebenarnya yang ditetapkan oleh Kemendikbudristek bukanlah kurikulum sekolah, melainkan kerangka dan struktur dasar kurikulum. Sekolah-lah yang berwenang mengembangkan kurikulum operasional yang menjadi panduan bagi guru untuk melakukan pembelajaran di kelas,” jelasnya.
Kata dia, apabila sekolah ingin memuat materi e-sports, maka materi itu harus digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan karakter dan kompetensi dasar yang termuat dalam kurikulum nasional.
“Sebagai ilustrasi, materi tersebut bisa menjadi tema untuk menganalisis dan mengevaluasi ragam esports yang ada. Ini bisa menjadi latihan untuk mengasah nalar kritis siswa,” ujarnya.
Anindoto mengatakan banyak pihak yang antusias jika e-sports masuk dalam kurikulum nasional. Namun, karena ruang yang ada di kurikulum terbatas, akan ada materi yang terpilih dan ada yang tidak.
“Jika semua materi yang dianggap penting oleh sebagian orang harus masuk kurikulum, yang menjadi korban adalah siswa,” ujarnya.
Kurikulum yang terlalu padat hanya akan mendorong guru untuk kejar tayang. Guru akan dipaksa mengandalkan ceramah tanpa sempat mengajak siswa berdiskusi dan berpikir untuk memahami materi.
“Tugas yang diberikan juga akan bertumpuk-tumpuk, namun tanpa umpan balik yang bermakna,” ucapnya. (*)