Astra Diduga Lakukan Deforestasi di Habitat Orangutan Terlangka

Pelayananpublik.id – Citra satelit terbaru berhasil menangkap perusakan hutan pekan lalu oleh Astra International yang saham induknya dimiliki oleh Jardine Matheson , adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, jasa keuangan, otomotif dan agribisnis raksasa pada wilayah habitat spesies kera besar terlangka di dunia. Hasil investigasi juga menunjukkan kegiatan operasional Astra di tambang emas Martabe dalam rentang waktu 9 sampai 29 Oktober 2021 telah merusak habitat orangutan Tapanuli yang terancam punah.

“Sejak bulan Februari, Astra berencana untuk menakar dampak tambang Martabe terhadap habitat orangutan Tapanuli,” kata Annisa Rahmawati, Advokat Kampanye Indonesia Mighty Earth. “Namun, bukti baru ini telah menunjukkan bahwa perusakan hutan terus berjalan ketika pembicaraan mengenai rencana masih berlangsung.”

Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) yang diumumkan sebagai spesies baru pada tahun 2017, adalah kera berukuran besar baru pertama yang ditemukan oleh ilmuwan sejak tahun 1920-an. Dengan temuan ini, Indonesia menjadi satu-satunya negara selain Republik Demokratik Kongo yang memiliki tiga spesies kera besar. Saat ini, hanya tersisa kurang dari 800 orangutan Tapanuli di seluruh dunia, lebih sedikit dari spesies kera besar lainnya.

“Ekosistem Batang Toru di utara Sumatera merupakan satu-satunya habitat orangutan Tapanuli dan sepanjang sejarah manusia, belum ada satu pun spesies kera besar yang punah. Satwa ini adalah salah satu kerabat terdekat umat manusia, dan saat ini kita tidak memiliki banyak waktu untuk menyelamatkan mereka.” kata Annisa.

Astra International adalah salah satu pemain utama di sektor kelapa sawit dan mempunyai kebijakan khusus mengenai deforestasi. Beroperasi di bawah nama Astra Agro Lestari, baik pengelolaan perkebunan kelapa sawit maupun kegiatan perdagangan perusahaan ini merujuk pada komitmen Nol deforestasi.

“Astra belum mengadopsi komitmen Nol Deforestasi tersebut untuk sejumlah kegiatan operasional mereka yang lain, seperti di tambang Martabe,” lanjut Annisa . “Padahal banyak pelanggan produk mereka seperti Hershey dan Unilever telah menerapkan komitmen No deforestasi lintas komoditas. Intinya, kelalaian di tambang Martabe ini dapat membahayakan seluruh operasi agribisnis mereka dan memperparah krisis iklim di bumi.”

“Lanskap ekosistem Batangtoru adalah hutan alam terakhir di Sumatera Utara. Pemerintah harus mengevaluasi kembali seluruh ijin-ijin yang berada di lanskap ekosistem Batangtoru ini dan berani menindak tegas perusahaan yang mengancam keberlangsungan kehidupan di lanskap ekosistem ini” kata Roy Lumbangaol, Manajer Advokasi dan Kampanye WALHI Sumatera Utara.

Para ilmuwan memperkirakan bahwa populasi orangutan Tapanuli telah berkurang hingga hampir separuhnya sejak tahun 1985 dan akan terus menurun jika tidak ada tindak perlindungan yang komprehensif. Para ahli biologi konservasi juga memproyeksikan bahwa jika populasi orangutan dewasa berkurang lebih dari 1% setiap tahunnya, keragaman genetik primata akan menurun hingga akhirnya punah. Itu sebabnya para ilmuwan dari International Union for the Conservation of Nature (IUCN) menyerukan diberlakukannya moratorium pengembangan proyek yang berdampak langsung pada habitat orangutan Tapanuli.

Tidak hanya bagi Orangutan Tapanuli, lanskap ekosistem Batang Toru juga merupakan tempat tinggal bagi sejumlah hewan paling terancam punah di dunia, seperti harimau Sumatra, trenggiling, dan rangkong. Kehidupan satwa seperti beruang madu, tapir, serow serta beragam spesies langka lainnya, termasuk lebih dari 300 spesies burung, terlebih lagi bagi masyarakat adat dan masyarakat sekitar yang sangat bergantung kehidupannya pada keberadaan hutan dan keanekaragaman hayati di lanskap ekosistem Batangtoru.

 

Rilis: Mighty Earth