Pelayananpublik.id- Darah hewan seringkali menjadi menu dan bahan untuk membuat makanan di berbagai tempat di dunia. Namun, kini di Singapura warga dilarang makan darah hewan, terutama babi.
Aturan itu pun tidak main-main, yang melanggar bisa disanksi berat yakni denda hingga kurungan penjara.
Usut punya usut, larangan itu dikeluarkan setelah Singapore Food Agency (SFA) melakukan penyelidikan terhadap restoran Thailand di Golden Mile Tower. Pihak berwenang Singapura menemukan restoran tersebut menjual hidangan yang mengandung darah babi.
Adapun SFA melarang, produk makanan darah hewan, seperti darah babi karena darah dapat dengan mudah mendukung pertumbuhan bakteri dan penyakit.
“Pengambilan darah yang tidak higienis juga dapat menyebabkan masuknya patogen yang dibawa melalui makanan ke dalam produk makanan darah,” jelas Singapore Food Agency (SFA) seperti dilansir dari CNN Indonesia, Sabtu (30/10/2021).
SFA juga memperingatkan bahwa makanan yang diimpor secara ilegal karena sumbernya tidak diketahui dan dapat menimbulkan risiko keamanan pangan.
Warga Singapura pun sempat heran dan bertahya lewat medsos mengapa dan sejak kapan makanan yang mengandung darah babi dilarang secara lokal. Pasalnya tidak sedikit masyarakat yang masih menyantap hidangan berbahan darah hewan tersebut.
Ternyata aturan itu sudah berada dalam undang-undang yang sah yakni Undang-Undang Daging dan Ikan Singapura.
Dalam UU itu sebutkan siapapun yang bersalah karena mengimpor dan menjual produk darah babi secara ilegal dapat didenda hingga SG$ 50.000 atau Rp 539 juta (asumsi Rp 10.700/SG$) atau dipenjara hingga dua tahun, atau keduanya.
Pada hukuman berikutnya, mereka dapat didenda hingga SG$ 100.000 (Rp 1 miliar). Bahkan penjara hingga tiga tahun.
Babi, dalam sejarahnya juga pernah menimbulkan masalah kesehatan serius di dunia.
WHO mencatat, sebuah wabah yang dinamai Nipah pernah melanda Malaysia pada tahun 1999.
Pejabat WHO dalam jurnal Science, menyebut Nipah adalag Penyakit X pada masanya. Penyakit X adalag singkatan dari virus tak dikenal yang mampu menyebabkan epidemi pada manusia.
Pada masa epidemi itu, pemerintah Malaysia mengevakuasi wilayah di sekitar Sungai Nipah, pusat peternakan babi negara itu. Tentara bergerak untuk membunuh babi dan hingga kini Malaysia masih melarang peternakan babi. (*)