Pelayananpublik.id- Kasus pemerkosaan 3 anak di Kabupaten Luwu Timur (Lutim) Sulawesi Selatan menjadi perhatian berbagai pihak belakangan ini.
Pasalnya kasus pemerkosaan yang diduga dilakukan oleh ayah kandung korban itu telah dihentikan oleh kepolisian karena disebut tidak cukup bukti.
Hal ini menyulut kemarahan banyak orang terutama organisasi perempuan. Mereka mendorong agar kasus itu dibuka kembali agar pelaku diadili sesuai peraturan yang berlaku.
Terkait itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) juga akan menurunkan tim agar kasus tersebut dilanjutkan.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengatakan pihaknya akan menurunkan tim Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 untuk melakukan asesmen lanjutan atas penanganan kasus dugaan pemerkosaan tersebut.
“Kami akan menurunkan tim untuk mendalami penanganan kasus ini. Kami harap semua pihak dapat bekerja sama dan saling mendukung dalam prosesnya,” ujarnya dikutip dari Liputan6, Jumat (8/10/2021).
Bintang berharap pendamping kasus terus mengumpulkan setiap informasi penting terkait dugaan pemerkosaan anak di Luwu Timur ini agar kasus tersebut dapat dibuka kembali.
Bintang menegaskan bahwa pemerintah tidak memberikan toleransi atas segala bentuk kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan seksual.
“Menyikapi polemik penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Luwu Timur dan saat ini menjadi isu viral di media dan masyarakat, saya mengajak semua pihak untuk bersama-sama mendalami dan memahami kembali kasus ini secara utuh dengan berbagai perspektif. Yang jelas, pemerintah tidak akan memberikan toleransi atas segala bentuk kekerasan terhadap anak,” tutur Bintang.
Kekerasan seksual terhadap anak, kata Bintang, adalah kejahatan serius sehingga penanganan terhadap korban dan pelaku harus mendapat perhatian serius dan mengutamakan hak-hak anak yang menjadi korban.
Dia mengingatkan bahwa semua pihak perlu berhati-hati dan cermat dalam menanggapi kasus ini dan perlu menghargai setiap proses hukum yang telah dilakukan, tetapi dengan tidak mengabaikan kepentingan terbaik anak. (*)