Pelayananpublik.id– Pemilik lahan Wisata Puncak Laut Tawar Simalungun, Karya Bhakti Purba telah melaporkan dugaan penyerobotan lahan oleh PT SPS yang dilakukan pria bernama AM dan rekan-rekannya belum lama ini.
Bukannya mundur, AM Cs justru semakin menjadi-jadi dengan melakukan segala aktifitas penguasaan fisik di bukit yang tengah viral di media sosial itu.
AM Cs kini membuat palang atau portal di lokasi tersebut. Anehnya, Tindakan Pemasangan Portal ini dilakukan usai kedatangan Tim dari Polres Simalungun dan BPN ke lokasi.
Penerima kuasa penuh untuk mengelola lokasi pariwisata (akta notaris) dari pemilik tanah, Benson Kaban mengatakan AM Cs juga telah membakar pondok yang tadinya berfungsi sebagai kantin dan mengeluarkan dengan paksa seluruh Isi barang-barang kantin di Puncak Laut Tawar tersebut.
“Mereka bahkan menjadikan mushola sebagai base camp untuk orang jaga malam. Tindakannya ini benar-benar keterlaluan,” kesal Benson.
Marjan Girsang selaku koordinator Tanamanan Pangan mengatakan pihak PT SPS mendozer tanaman warga seperti padi, jagung, kol, kentang, bawang dan kopi di areal perladangan tersebut.
Padahal areal itu sedang dalam persiapan pengembangan dengan nama Roemah Tuan Agroforestry, pidzem madu atau kotak lebah untuk produksi madu hutan, serta pengembangan tanaman tembakau. Akan tetapi semuanya sudah dirusak oleh AM Cs.
Anehnya lagi, kata Benson, mereka justru mempromosikan lokasi ini sebagai lokasi wisata miliknya lewat platform FB nya sudah dikasih nama Taman Bunga Soadamara dan Rest Area SPS Nauli bahkan mereka juga menawarkan tanah bagi yang ingin membuat villa di lokasi.
Terkait terteranya nomor sertifikat tanah dalam plank yang didirikan AM Cs, Benson menduga sertifikat PT SPS itu bukan berstatus SHM melainkan HGU atau HBG.
“Pertanyaan nya jika memang HGU atau HGB, PT SPS mendapatkan Hak tersebut dari mana?? HGU dan HGB bukan hak milik, mirip hak Sewa. Jika PT SPS punya sertifikat HGU, tidak ada pernah Usaha PT SPS dilokasi tersebut, fisik tanah pun tidak pernah dipegang kecuali yang 2 Hmhari ini dengan Ala Koboy ini. Jika HGB tidak ada pernah mereka membangun dengan Bangunannya yang di Sertifikatnya. Intinya tanah bukan milik PT SPS,” tegas Benson.
Itu juga yang menjadi alasan Benson enggan menemui oknum preman yang mengatasnamakan PT SPS ini.
“Maka saya sebagai pribadi, tidak mau menemui bahkan menghubungi nomor konfirmasi yang dipasang di plank. Feeling saya, gaya dagang seperti ini akan bangkrut dengan sendirinya. menakut-nakuti, hanya orang penakut yang takut. Coba dijebak ya orang bodoh yang terjebak. Coba dibujuk orang yang Tidak punya Pendirian yang bisa disogok, jika kita bebas tiga hal ini kita akan bebas tanpa hambatan, sepanjang kita berpegang teguh kepada nilai-nilai kebebaran, data dan fakta,” ujar Benson Kaban akhiri wawancara kepada Media di sekitar Kantor Camat Pematang Silima Huta, Tiga Raja.
Sebelumnya, pemilik lahan wisata Puncak Laut Tawar bernama Karya Bhakti Purba melaporkan oknum yang mengatasnamakan PT SPS karena diduga telah menyerobot lahan dan melakukan tindakan arogan mengusir pengelola kantin serta mencabut plank Lokasi Puncak Laut Tawar, Rabu (6/10/2021).
Karya Bhakti melaporkan oknum yang berinisial AM tersebut atas peristiwa pelanggaran pidana UU No 1 tahun 1946 tentang KUHP pasal 385 yang terjadi pada tanggal 14 September 2021 di Dusun Hapoan Naga Meriah, Kabupaten Simalungun.
Laporan itu bernomor surat STPL/178/X/2021/SPKT/RES SIMALUNGUN/POLDA SUMUT tertanggal 6 Oktober 2021.
“Ini tampaknya kita berhadapan dengan manusia buta hati nurani yang sesuka hatinya buat tindakan,” ujar Karya Bhakti mengeluhkan atas situasi yang dihadapinya.
Ia mengesalkan tindakan PT SPS dan AM Cs yang diduga menyerobot lahannya dan mengaku sebagai pemilik. Padahal Karya Bhakti memiliki sertifikat tanah berstatus SHM.
“Jelas-jelas saya membeli tanah dari warga desa dan banyak saksinya, tanah saya selain sebagian besar adalah SHM (Sertifikat Hak Milik) dengan 7 Pucuk Sertipikat. 3 Pucuk surat Dengan Akta Jual beli dinotaris yang sebagai besar warga desa ikut menjual dengen pelepasan hak yang jelas, tanah yang dipuncak merupakan tanah kampung (kepemikikan kolektif) yang dijual ke saya,” ujar Karya Bhakti Purba.
Sementara sebagian lainnya, ia beli dari warga setempat dengan surat desa.
“Selama ini tidak ada masalah, maka saya terkejut dengan tindakan brutal ini,” keluhnya.
Terkait persoalan ini pihak PT SPS yakni AM belum memberikan tanggapan. Saat dikirimkan pesan lewat Whatsapp beberapa waktu lalu, AM mengatakan akan segera memberi kabar.