Pelayananpublik.id- Menerbangkan balon udara kini menjadi tren saat perayaan sesuatu. Seperti yang diketahui banyak acara-acara yang diisi dengan penerbangan balon udara agar kelihatan meriah.
Padahal kegiatan itu bisa berbahaya karena bisa mengganggu penerbangan. Bahkan ada sejumlah laporan yang diterima Kementerian Perhubungan. Ada 18 laporan gangguan udara masih terjadi akibat penerbangan balon udara secara liar.
Penerbangan balon udara secara liar yang dimaksud adalah melepaskan balon udara begitu saja. Maka balon itu akan terbang tak tentu arah.
Berdasarkan data Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub pada Mei 2021 sebanyak 7 laporan berasal dari Yogyakarta. Kemudian di wilayah Semarang, Jawa Tengah, sebanyak 6 laporan, disusul laporan MATSC, organisasi cabang di bawah PT Angkasa Pura Airport yang menyediakan layanan pemanduan lalu lintas udara sebanyak 4 laporan dan di Solo sebanyak 1 laporan.
Kasi Prosedur Navigasi Penerbangan Direktorat Navigasi Penerbangan Hendra Ahmad Firdaus menekankan penerbangan balon udara tidak dilarang, tapi harus disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan laporan yang ada, sebelum Bulan Puasa atau Idulfitri banyak kegiatan yang dilakukan masyarakat yang berkaitan dengan menerbangkan balon udara.
Penerbangan balon udara liar tersebut dapat mencapai hingga ketinggian pesawat terbang. Dia melanjutkan potensi bahayanya sangat tinggi jika mencapai rute jelajah di dekat area bandara. Hal tersebut dapat mempengaruhi performa pesawat.
“Ada PM No.40/2018 yang sudah diterbitkan dengan dasar dari KM No.9/2009 soal penambatan balon udara, layang–layang, dan roket,” jelasnya.
Ia menjelaskan untuk menggunakan balon udara sendiri dikategorikan jadi dua di luar 15 km dari bandara. Itu proses izinnya diajukan 7 hari sebelum pengoperasian.
“Harus ada izin dulu. Apalagi penggunaan balon udara dengan diberikan bahan bakar dapat terbang mungkin dan bisa melewati beberapa kota jadi bahaya kalau melewati jalur penerbangan,” ujarnya dikutip dari Bisnis.
Adapun bahaya balon udara bagi penerbangan adalah jika tersangkut di sayap ekor atau flight control maka pesawat sulit dikendalikan atau kehilangan kendali.
Kemudian jika masuk ke dalam mesin pesawat dapat berakibat mesin mati terbakar hingga meledak.
Selain itu balon udara bisa menutupi bagian depan atau pandangan pilot-pilot kesulitan mendapatkan petunjuk visual dalam pendaratan.
Bahkan jika balon udara menutupi sensor, maka data pesawat informasi,data posisi ketinggian dan kecepatan pesawat menjadi tidak akurat.
Sesuai aturan, pelaporan penggunaan balon udara pun wajib dilakukan. Secara terperinci, jika dioperasikan di wilayah tertentu, pada H-7 pelaporan penggunaan balon udara permohonan persetujuan kepada TNI (restricted area), KOBU (KKOP bandara), dan Perum LPPNPI (controlled airspace).
Selain itu, pada H-3 pengoperasian, Jika dioperasikan di luar radius 15 km dari Bandara, pelaporan rencana kegiatan kepada kepolisian, pemda, dan/atau KOBU setempat.
Namun, pada pengoperasiannya jika terlepas dari tambatan (tidak terkendali/liar), pelaporan harus dilakukan kepada kepolisian, pemda, KOBU, dan/atau Perum LPPNPI setempat.
Secara spesifik, penerbangan balon udara harus dilakukan pada kawasan yang tidak terdapat halangan antara lain berupa pepohonan, pemukiman, kabel listrik atau SPBU. Selain itu, tidak berpotensi merugikan dan membahayakan pihak lain. (*)