Baru 22 Persen Sekolah yang Lakukan Pembelajaran Tatap Muka

Pelayananpublik.id- Pandemi Covid-19 masih belum beranjak dari Indonesia. Namun demikian, pendidikan tidak boleh berhenti di tempat, karena itu akan berbahaya bagi bangsa.

Meskipun selama ini pendidikan Indonesia didukung dengan pembelajaran daring, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim tetap menganggap pembelajaran tatap muka penting.

Karenanya sekolah diminta kembali membuka pembelajaran tatap muka di tengah pandemi.

Nadiem mengatakan baru sebagian kecil sekolah yang menggelar pembelajaran secara tatap muka yakni baru hanya sekitar 22 persen.

“Tapi kenyataan di lapangan adalah hanya sekitar 22 persen daripada sekolah kita yang melakukan pembelajaran tatap muka. Bahkan di zona hijau dan kuning pun, yang paling besar itu zona hijau sebesar 41 persen,” katanya, dikutip dari Liputan6, Selasa (30/3/2021).

Padahal, kata Nadiem, banyak dampak negatif jika sekolah masih kukuh melaksanakan pembelajaran secara jarak jauh.

“Dan berbagai macam pihak, pakar-pakar dunia, seperti Bank Dunia, WHO dan UNICEF semuanya sepakat bahwa penutupan sekolah ini bisa menghilangkan pendapatan hidup di satu generasi, loss of learning ini real dan memang risiko yang dampaknya permanen,” tegas Nadiem.

Nadiem mengatakan itu akan berdampak pada pembelajaran, kesehatan, mental, dan perkembangan anak-anak.

“Dan jangan lupa untuk orang tuanya juga yang sangat sulit mendapatkan kesempatan ekonomi bekerja di luar, karena mereka juga harus mengurus anaknya di rumah. Jadi banyak sekali dampak negatif yang ada,” urai dia.

Pun selama pandemi, dirinya juga menemukan tren penurunan dalam dunia pendidikan. Terlebih pendidikan di daerah yang akses dan kualitas pendidikannya masih jauh dari kata ideal.

“Jadinya kesenjangan ekonomi bisa menjadi lebih besar. Kita melihat juga banyak anak orang tua yang tidak melihat peranan sekolah dalam proses belajar. Jadi banyak dari anak-anaknya ditarik keluar dari sekolah,” terang Nadiem.

Ia juga menyinggung isu kekerasan domestik terhadap anak selama melakukan pembelajaran jarak jauh di rumah yang kurang terawasi.

“Jadi risiko dari sisi bukan hanya pembelajaran, risiko dari masa depan murid itu, dan risiko psikososial atau kesehatan mental dan emosional daripada anak-anak. Ini semuanya sangat rentan,” katanya.

Nadiem memandang perkembangan pembukaan sekolah secara tatap muka di lapangan begitu lamban. Akhirnya hal itu yang mendorong pihaknya untuk mengambil langkah tegas agar mewajibkan pembukaan sekolah tatap muka usai guru dan tenaga pendidikannya menyelesaikan vaksinasi selama dua tahap.

“Karena kita sedang mengakselerasi vaksinasi, setelah pendidik dan tenaga pendidikan di dalam suatu sekolah telah divaksinasi secara lengkap, pemerintah pusat, pemerintah daerah atau kantor Kemenag mewajibkan satuan pendidikan tersebut untuk menyediakan layanan pembelajaran tatap muka terbatas dengan menerapkan protokol kesehatan,” tegas Nadiem. (*)