Pelayananpublik.id- Akibat pandemi Covid-19, sektor ekonomi Indonesia terpukul termasuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Mereka pun mengalami kesusahan dalam menghidupi usahanya.
Menurut survey UNDP Indonesia yang digelar baru-baru ini, UMKM mengalami beberapa kesulitan saat pandemi yakni kesulitan membayar utang, membayar biaya sewa tempat, dan pembayaran gaji karyawan.
Ekonom UNDP Indonesia Rima Prama Artha, mengatakan survei ini dilakukan kepada 1.100 UMKM yang tersebar di 15 provinsi di Indonesia, yang mana 60 persen di antaranya berasal dari Pulau Jawa, dan 40 persen berada di luar pulau Jawa.
“Survei ini dilakukan pada bulan Agustus tahun 2020,” kata dia, dikutip dari Liputan6.com, Kamis (21/1/2021).
Sedangkan dari sisi jenis kelamin, lanjutnya, pemilik usaha terdapat perbedaan terkait masalah keuangan.
“Bagi pemilik UMKM perempuan, mayoritas kesulitan utamanya adalah pembayaran utang, sementara untuk pemilik usaha laki-laki ini lebih kesulitan membayar biaya tetap rental sewa tempat,” ujarnya.
Menurutnya, mayoritas ini sebenarnya merasakan dampak yang negatif dari sisi omzet penjualan, laba, aset, dan juga penurunan jumlah karyawan. Penurunan jumlah karyawan ini terjadi untuk semua tipe jenis usaha kecuali kelompok mikro, sebab usaha mikro jumlah karyawannya tidak terlalu banyak.
“Jadi di sini bisa dilihat paling besar 88 persen itu merasakan adanya penurunan profit, sementara untuk penurunan tenaga kerja ini paling dirasakan oleh usaha menengah dan besar 79 persen yang menyatakan bahwa mereka harus mengurangi jumlah karyawannya,” jelasnya.
Selain keuangan, kesulitan yang dirasakan UMKM adalah dari sisi permintaan dan penawaran.
Dari sisi penawaran ada 2 hal utama, yakni pertama sebanyak 47 persen dari UMKM ini menyatakan mereka mengalami kesulitan untuk mendapatkan bahan baku produksi.
Kemudian 75 persen dari UMKM juga merasakan adanya kenaikan dan harga harga bahan baku sehingga sulit mereka berproduksi.
Kedua, dari sisi permintaan, 90 persen dari UMKM menyatakan permintaan dari produk mereka sangat menurun akibat pandemi covid-19.
“UMKM juga merasa kesulitan untuk menentukan harga karena fluktuasi dari bahan baku. yang terakhir mereka juga menyebutkan terutama di awal pandemi ada PSBB ketat yang membuat para UMKM kesulitan untuk mendistribusikan barang dagangannya,” ujarnya.
Untuk mengatasi beberapa masalah tersebut, para pelaku UMKM melakukan adaptasi dengan cara bertransformasi dari offline menjadi online. Sehingga jumlah UMKM yang berpindah menjadi online meningkat, dari sebelumnya 28 persen menjadi 44 persen. (*)
Sumber: Liputan 6