Pelayananpublik.id– Pencurian dan kecurangan terhadap pemakaian listrik masih marak terjadi. Bahkan sebagian orang merasa tindakan mencurangi pemakaian listrik bukanlah kesalahan besar.
Padahal anggapan itu sungguh keliru. Pencurian listrik, apapun modusnya, adalah kejahatan yang serius. Jika ketahuan, hukuman yang diberikan pun tidak main-main.
Hukuman pencurian listrik tercantum dalam UU No 30 tentang ketenagalistrikan. Pencurian listrik serta kecurangan lain yang dilakukan orang tak bertanggungjawab akan merugikan PLN.
Untuk itu hukumannya mulai dari teguran, denda, hingga kurungan penjara.
Contoh kasus pada bulan Mei 2018 kemarin terdapat kasus pencurian listrik karena pelaku menambah daya tanpa seizin PLN. Terdakwa yang berinisial SAS ini divonis dua tahun penjara dan denda 100 juta subsider tiga bulan karena seenaknya menaikkan daya listrik dari 2200 VA menjadi 11.000 VA pada Toko Distro Bloods serta menambah listrik menjadi MCB 3 fase x 63 Ampere atau setara daya sebesar 41.500 Ampere secara ilegal pada sebuah perseroan komanditer.
Selain kasus di atas, masih banyak lagi kasus pencurian listrik yang pernah terjadi di tanah kita. Berdasarkan data tahun 2018, di Jakarta Raya, ada sekitar 6% kerugian PLN yang setengahnya disebabkan oleh kerusakan kabel dan sisanya karena pencurian listrik. Hah cuma 6%? Iya, 6% kerugian yang dialami oleh PLN ini mencapai sekitar Rp10 triliun!
Pencurian listrik ini juga banyak jenisnya. PLN membagi modus ini menjadi 4 kategori: P I, P II, P III, dan P IV.
Pencurian kategori P I yakni dengan memperbesar pembatas, antara lain pada Mini Circuit Breaker (MCB) yang ada pada meter maupun pada N H Fuse (sekring) .
Dengan demikian, pelaku bisa menggunakan daya lebih dari yang ditetapkan (kerugian pada bea beban). Hal ini biasanya dilakukan oleh perusahaan yang butuh daya tinggi tapi tidak mau membayar mahal.
Pencurian Kategori II yaitu mempengaruhi kiloWatt hour (kWh) yang merupakan satuan ukur meter, dengan jalan menyambung langsung dari sambungan atas (tofor) ke terminal kWh.
Hal ini akan mempengaruhi putaran kWh atau pun pada peralatan yang ada pada kWh, sehingga hasilnya sebagian terukur atau sama sekali tidak terukur.
Pencurian Kategori PIII yakni dengan menggabungkan modus pertama dan kedua.
Jadi, pelaku memperbesar pembatas pada MCB yang ada pada meter maupun pada Sekring, sekaligus mempengaruhi kWh meter dengan jalan menyambung langsung dari sambungan atas ke terminal kWh dari sisi masuk ke keluar (beban konsumen).
Nah, untuk Pencurian Modus P IV adalah pelanggaran yang dilakukan bukan oleh pelanggan.
Misalnya, dengan menggunakan listrik tanpa melewati alat pengukur dan alat pembatas daya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mencantol dari tiang, penerangan jalan, atau lainnya. Modus keempat sering dilakukan para pedagang kaki lima (PKL) untuk menyambung listrik penerangan kiosnya dari penerangan jalan.
Bentuk-bentuk modus di atas jika dibiarkan begitu saja tentunya akan memberikan dampak buruk. Selain merugikan pihak PLN, kabel listrik yang disambungkan dengan kabel lain secara ilegal sangatlah tidak aman.
Listrik termasuk ke dalam barang yang dapat dijadikan sebagai objek pencurian, dan kasus ini secara khusus diatur dalam UU No. 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Di dalam pasal 51 ayat (3) dijelaskan bahwa hukuman bagi pelaku pencurian listrik adalah penjara paling lama tujuh tahun dan denda paling banyak Rp2.500.000.000,00. (*)