“Makan Saat Lapar Berhenti Sebelum Kenyang” Juga Hadis Palsu, Ini Penjelasannya

Pelayananpublik.id- Banyak kalimat dalam ceramah agama dan atau disampaikan orang lain dalam nasehat menasehati yang bersumber pada hadis.

Sebab, Nabi Muhammad Saw memang panutan kaum muslimin dalam berakhlak. Jadi Islam itu juga mengatur segala perbuatan termasuk adab makan dan minum. Beberapa adab makan dan minum menurut Islam adalah makan makanan yang halal, mengucap bismillah, menggunakan tangan kanan, tidak berdiri, dan tidak terburu-buru.

Nah, terkait adab makan dan minum Anda tentu sering mendengar istilah “Makanlah saat lapar sudahi sebelum kenyang,”. Sayangnya banyak penceramah menyebut ini adalah perkataan Nabi Saw atau salahsatu hadis. Padahal ini bukan hadis sama sekali, dan Rasulullah Saw tidak pernah mengatakan itu.

bank sumut selamat hari raya idul fitri

Ustad Adi Hidayat (UAH) dalam sebuah ceramahnya mengatakan kalimat itu bisa dikatakan hadis palsu.

“Pernah dengar ‘makan saat lapar sudahi sebelum kenyang? Hadis palsu! Sanking palsunya dalam kitab hadis palsu pun tak ada,” kata UAH di hadapan umatnya.

Ia mengatakan itu bukan hadis tapi hanya kata mutiara. Ada kisahnya tapi bukan terkait dengan perkataan ataupun perbuatan Rasulullah Saw.

“Ada kisahnya seorang raja meminta saran dari empat dokter dari penjuru dunia yakni dari Irak, India, Romawi dan Sudan. Raja meminta saran bagaimana agar tubuh selalu sehat, lalu 4 dokter memberikan sarannya. Ada yang mengatakan makan biji hallalaj, ada yang mengatakan biji rosyad, ada pula yang mengatakan minum beberapa teguk air,” jelasnya.

Namun dokter dari Sudan, lanjutnya, mengatakan hal lain yakni saran agar makan ketika lapar lalu mengangkat tangan atau menghentikannya sebelum kenyang. Jadi menurut UAH, itu sama sekali bukan hadis.

Dikutip dari Muslim.or.id, tidak ada satu haditspun yang diriwayatkan sanad yang bersambung yang seperti itu, walaupun makna dari hadits tersebut adalah benar.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata,

هذا المعنى صحيح لكن السند فيه ضعيف. [يراجع في زاد المعاد والبداية لابن كثير]. وهذا ينفع الإنسان إذا كان يأكل على جوع أو حاجة، وإذا أكل لا يسرف في الأكل ، ويشبع الشبع الزائد، أما الشبع الذي لا يضر فلا بأس به

“Maknanya benar, namun sanadnya dha’if, silakan merujuk ke kitab Zaadul Ma’ad dan Al Bidayah Wan Nihayah. Bermanfaat bagi seseorang jika makan ketika sudah sudah lapar atau sedang membutuhkan. Dan ketika makan, tidak boleh berlebihan sampai kekenyangan. Adapun kekenyangan yang tidak membahayakan, tidak mengapa”.

Sedangkan makna hadits yang menyatakan berhenti makan sebelum kenyang itu, menurut Dr. Syufyan Baswedan, M.A bertentangan dengan hadits yang menyatakan beberapa sahabat pernah makan sampai kekenyangan.

Rasulullah shallallahu alaihi wassalam ketika mengadakan walimah dengan Zainab binti Jahsy, Rasulullah menjamu sekitar 300 sahabat dengan roti dan daging sampai mereka kenyang. (Hadits dalam Shohih Muslim no: 1428)

Dalam hadits yang lain, dalam shohih Muslim juga; Dalam perang Khandak, Rasulullah shallallahi alaihi wassalam ketika itu dalam keadaan lapar diundang Jabir bin Abdillah, kata Jabir undanglah sebagian sahabat, tapi Nabi mengundang seluruh kaum Muhajirin dan Anshar dan mereka pun dating dan mereka makan hidangan sampai mereka kekenyangan.

Jadi dalam beberapa keadaan yang diceritkan hadits tersebut, Nabi bersama para sahabat memang pernah makan sampai kenyang, namun perlu digaris bawahi tidak sampai mubazir. Seperti sabda Rasulullah Saw:

ما ملأ آدميٌّ وعاءً شرًّا من بطن، بحسب ابن آدم أكلات يُقمن صلبَه، فإن كان لا محالة، فثُلثٌ لطعامه، وثلثٌ لشرابه، وثلثٌ لنفَسِه

Artinya: “Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihinya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernafas” (HR. Tirmidzi)

Jadi bisa dikatakan itu hadis maudhu yakni hadis terburuk dan jelas palsu. Namun bukan berarti hadis palsu selalu mengajarkan hal buruk ya.

Hadis-hadis palsu sering kali mengajarkan yang baik, hanya saja itu tidak boleh diyakini sebagai ucapan dari Nabi Saw. Dan harus diingat berbohong atas nama Nabi Saw itu dosanya besar dan tidak main-main, jadi berhati-hatilah terhadap hadis-hadis palsu. (*)