Pelayananpublik.id- Pemerintah saat ini menjadi serius dalam menghadapi penyebaran berita bohong atau hoaks. Itu karena hoaks bisa membuat perpecahan, permusuhan dan sikap antipati terhadap pemerintah.
Saat ini banyak sekali hoaks yang beredar khususnya di media sosial. Mulai dari artikel-artikel tentang obat-obat tradisional, video sensasional, hingga peristiwa politik yang menyesatkan.
Meski sudah diperingati untuk hati-hati, nyatanya masih banyak saja yang percaya dengan hoaks. Mereka bahkan mudah terpengaruh dengan berita yang tidak jelas juntrungannya.
Lalu apakah sebenarnya hoaks ini dan bagaimana sejarah kemunculannya? Simak dalam penjelasan berikut ini.
Pengertian Hoaks
Secara umum hoaks atau hoax diartikan sebagai berita palsu yang dianggap benar oleh khalayak.
Menurut KBBI, Hoaks mengandung makna berita bohong, berita tidak bersumber. Menurut Silverman (2015), hoaks merupakan sebagai rangkaian informasi yang memang sengaja disesatkan, tetapi “dijual” sebagai kebenaran.
Werme (2016), mendefinisikan Fake news atau hoaks sebagai berita palsu yang mengandung informasi yang sengaja menyesatkan orang dan memiliki agenda politik tertentu.
Hoaks ini bukan hanya berita yang menyesatkan, tapi juga tidak punya landasan faktual namun seolah terdiri dari kebenaran.
Sejarah Munculnya Hoaks
Meski baru populer pada zaman Pilpres 2019 di Indonesia, istilah hoaks ini ternyata telah ada sejak tahun 1617.
Pada saat itu Tiongkok mempublikasikan buku Zhang Yingyu berjudul “The Book of Swindles” pada masa dinasti Ming. Disebut-sebut bahwa ini adalah koleksi pertama Tiongkok yang bercerita tentang penipuan, berita bohong, dan berbagai bentuk tipu muslihat lainnya.
Di Amerika, ada juga kisah soal Benjamin Franklin yang pada tahun 1745 lewat harian Pennsylvania Gazette mengungkap adanya sebuah benda bernama “Batu China” yang dapat mengobati rabies, kanker, dan penyakit-penyakit lainnya.
Sayangnya, nama Benjamin Franklin saat itu membuat standar verifikasi kedokteran tidak dilakukan sebagaimana standar semestinya.Meski begitu, ternyata batu yang dimaksud hanyalah terbuat dari tanduk rusa biasa yang tak memiliki fungsi medis apapun.
Hal tersebut diketahui oleh salah seorang pembaca harian Pennsylvania Gazette yang membuktikan tulisan Benjamin Franklin tersebut. Hoaks-hoaks senada beberapa kali terjadi sampai adanya Badan Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat pada awal abad 20.
Seiring berkembangnya zaman, penyebaran hoaks dilakukan dalam berbagai bentuk dan cara; baik melalui komunikasi langsung, berita burung, tulisan di kertas, dan lain-lain. Bentuk hoaksnya pun juga berkembang, dari gosip hantu, kriminal, hingga politik.
Ciri Berita Hoaks
Sebenarnya berita hoaks bisa dikenali dengan mudah. Namun sebagian masyarakat masih kadang mempercayainya meski meragukan. Agar tidak tertipu, kenali ciri-ciri hoaks berikut ini:
1. Identitas Tidak Jelas
Salahstu ciri hoaks yaitu sumber informasi atau medianya tidak jelas identitasnya. Artinya media yang digunakan juga tidak jelas dimana kantornya, siapa pimpinan redaksi dan lainnya. Bukan hanya itu, identitas narasumber juga tidak jelas.
2. Tidak mengandung 5W+1H
Selain itu, suatu informasi juga diduga sebagai hoaks jika pesannya tidak mengandung 5W+1H lengkap, yaitu, – what (apa),
– when (kapan),
– who (siapa),
– why (mengapa),
– where (di mana), dan
– how (bagaimana).
3. Minta disebarluaskan
Ciri lain berita hoaks adalah pihak yang menyebarkan informasi meminta info tersebut disebarluaskan semasif mungkin. “Pesan hoaks dirancang untuk menciptakan kecemasan, kebencian, kecurigaan atau ketidakpercayaan hingga permusuhan,” ujar Henri.
4. Menyasar kalangan tertentu
Hoaks diproduksi untuk menyasar kalangan tertentu Mereka yang menjadi target antara lain, masyarakat mayoritas dan orang perkotaan.
Dibandingkan masyarakat yang tinggal di desa, orang kota lebih mudah diserang hoaks karena mereka lebih akrab dengan penggunaan media sosial.
“Masyarakat yang berpendidikan lebih banyak terkena hoaks, begitu pula dengan masyarakat yang beragama fanatik,” pungkas Henri.
Jenis Hoax yang Harus Diwaspadai
1. Hoax Virus
Hoax jenis ini biasanya dikembangkan oleh hacker dan melakukan penyebarannya lewat email atau aplikasi chatting. Hoax jenis ini biasanya berisi tentang adanya virus berbahaya di komputer atau smartphone Anda yang sebenarnya tidak terinfeksi.
Kemudian berita itu akan mengarahkan Anda untuk mengklik sebuah tautan, yang isinya iklan. Bahkan ada yang berisi virus.
2. Hoax Kirim Pesan Berantai
Nah, ini juga sudah ada sejak musim SMS gratis dan warga Indonesia belum mengenal sosmed. Dalam pesan itu disebutkan Anda harus menyebarkan pesan berantai itu kepada sejumlah teman jika tidak sesuatu yang buruk akan menimpa Anda.
Sekarang modusnya lain lagi, Anda diminta menyebar pesan kepada sejumlah orang lalu Anda otomatis akan mendapat pulsa. Padahal itu hoaks, tapi tak sedikit juga orang yang iseng membagikannya.
3. Hoax dapat Hadiah Gratis
Hoax satu ini modusnya mirip dengan penipuan online. Oknum akan mengirimkan pesan boradcast atau pop-up message berisikan pengumuman pemberian hadiah gratis. Di sini, memang korban jarang ada yang mengalami kerugian uang, namun mereka tertipu dengan mengisi survei-survei internet untuk iklan. Dampak negatif akan semakin besar apabila si korban tidak sengaja menggunakan email kantor atau email utama untuk mendaftarkan diri di survei tersebut. Jika terjadi, maka email-email iklan dipastikan mengalir deras dan susah untuk dihentikan.
4. Hoax tentang Kisah Menyedihkan
Ada lagi hoaks tentang kisah pilu yang dibuat-buat. Hoaks satu ini berupa surat yang berisikan tentang kabar dari seseorang yang tengah sakit dan membutuhkan dana guna operasi atau obat. Kisah ini ditulis seolah sedang curhat kekurangan biaya, kemudian mencomot foto orang lain. Tujuannya adalah memperoleh simpati hingga memperoleh uang sumbangan.
Ini pernah terjadi pada artis Asri Welas yang foto anaknya dicomot orang tak bertanggung jawab dan dibuatkan narasi seolah anak itu sedang sakit keras dan akan segera harus dioperasi kepalanya.
5. Hoax Pencemaran Nama
Sifat hoax ini sangat berbahaya. Karena dari berita palsu bisa dengan mudah tersebar di dunia maya dan mampu menghancurkan hidup seseorang dalam sekejab. Hoaks jenis ini juga seringkali menumbalkan publik figure. Narasi dibuat tentang pendapat si tokoh terhadap sesuatu lalu fotonya dicomot dari Google.
Sanksi Pidana Penyebar Hoaks
Sebenci apapun atau se-semangat apapun kamu membaca berita jangan langsung ikut membagikannya karena bisa saja itu hoaks. Apalagi terkait politik dan pemerintahan. Jangan hanya karena ingin dinilai melek politik Anda lantas cepat-cepat membagikan berita-berita yang Anda sendiri tidak tahu kebenarannya.
Berhati-hatilah sebab pemerintah saat ini serius menindak segala macam bentuk hoaks. Ancaman pidana pun menanti para pembuat dan penyebar hoaks.
Istilah hoax/hoaks tidak dikenal dalam peraturan perundang-undangan Indonesia.Tetapi ada beberapa peraturan yang mengatur mengenai berita hoax atau berita bohong ini. Berikut penjelasannya:
– Dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”)
“Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik,” demikian bunyi pasal tersebut.
Jika melanggar ketentuan Pasal 28 UU ITE ini dapat dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016 , yaitu:
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
– Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946
“Barangsiapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
Barangsiapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun”
– Pasal 15 UU 1/1946
Barangsiapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau sudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi, tingginya dua tahun
Langkah Mengatasi Hoaks
1. Hati-hati dengan judul yang Provokatif
Kabar hoax kerap menggunakan judul yang sensasional dan provokatif. Isinya pun bisa diambil dari berita media resmi, yang diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki dari pembuat kabar hoax.
2. Cermati Alamat Situs
Untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah alamat URL situs yang dimaksud. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi, misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya bisa dibilang meragukan. Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs yang mengklaim sebagai portal berita.
3. Periksa Fakta dan Foto
Anda perlu memperhatikan dari mana kabar yang didapatkan. Apakah dari institusi resmi seperti KPK atau Polri. Sebaiknya Anda jangan mudah cepat percaya apabila informasi yang berasal dari pegiat ormas, tokoh politik, atau pengamat.
Lalu lihat fotonya, coba cari di tempat lain siapa tahu foto itu asal comot saja untuk melengkapi hoaksnya.
4. Ikut Serta ke Dalam Grup Diskusi Anti Hoax
Di Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti hoax, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci.
Cara Melaporkan Kabar Hoax
Jika Anda menemukan kabar hoax, untuk mencegah agar kabar tersebut tidak tersebar bisa melaporkan kabar hoax tersebut melalui sarana yang tersedia pada masing-masing media.
Media sosial Facebook, dapat menggunakan fitur Report Status dan kategorikan informasi hoax sebagai hatespeech/harrasment/rude/threatening atau kategori lain yang sesuai. Jika banyak aduan dari pengguna, Facebook akan menghapus status tersebut.
Untuk Google, Anda bisa menggunakan fitur feedback untuk melaporkan situs dari hasil pencarian apabila mengandung kabar palsu. Twitter memiliki fitur Report Tweet untuk melaporkan twit yang negatif, demikian juga dengan Instagram.
Kemudian, bagi pengguna internet Anda dapat mengadukan konten negatif ke Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan melayangkan e-mail ke alamat aduankonten@mail.kominfo.go.id.
Demikian ulasan mengenai hoaks, mulai dari pengertian, sejarah, sanksi pidana dan cara menghindarinya. Semoga bermanfaat. (*)