Pelayananpublik.id – Wali Kota Medan nonaktif, Tengku Dzulmi Eldin sudah hampir 2 bulan lamanya ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Eldin ditahan karena diduga melakukan tindak pidana korupsi. Dia menjalani proses penyidikan sesuai surat penyidikan KPK, sprin.Dik/142/DIK.00/01/10/2019 pada 16 Oktober 2019.
Lantas bagaimana kegiatan dan kondisi orang nomor satu di Kota Medan selama ditahan KPK di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK, Pomdam Jaya Guntur, Jakarta Selatan ?.
Menurut salah satu pengacaranya, Pranoto S.H. (43), saat ini Eldin dalam kondisi sehat dan prima.
“Pak Eldin sehat. Dia terus jaga kondisi tubuh. Keluarga juga banyak yang berkunjung,” ujar Pranoto kepada pelayananpublik.id di Kota Medan, Jumat malam (13/12/2019).
Dia mengatakan, selama dalam Rutan, Eldin sudah mulai berbaur dan menjalani aktifitas bersama tahanan lainnya.
“Kegiatan pak Eldin olahraga, tenis meja. Juga beribadah bersama tahanan lainnya di Rutan,” terangnya.
Pranoto juga menerangkan bahwa Eldin akan tetap kooperatif selama menjalani proses hukum di KPK.
“Pak Eldin kooperatif. Saat ini masih pemeriksaan saksi-saksi,” terangnnya.
Dia juga mengatakan bahwa masa penahanan Eldin akan diperpanjang kembali dari tanggal 15 Desember 2019 sampai 13 Januari 2020.
Eldin akan dijadwalkan sebagai saksi dalam persidangan tersangka kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) nonaktif Kota Medan, Isa Ansyari.
“Pak Eldin akan jadi saksi pada persidangan tersangka IAN. Tapi jadwal sebagai saksi belum diinformasikan,” pungkas Pranoto.
Untuk diketahui, hingga saat ini penyidik KPK telah memeriksa 92 orang saksi dalam kasus dugaan suap terkait dengan proyek dan jabatan di lingkungan pemerintahan Kota Medan tahun 2019.
Selain Dzulmi, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya yakni, Kadis PUPR Kota Medan, Isa Ansyari (IAN) dan Kabag Protokoler Kota Medan, Syamsul Fitri Siregar (SFI). Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka setelah terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT).
KPK menduga Isa memberikan uang tunai sebesar Rp20 juta setiap bulan pada periode Maret-Juni 2019, kemudian pada 18 September 2019 senilai Rp50 juta kepada Dzulmi. Tak hanya itu, Dzulmi juga diduga menerima suap dari Kadis PUPR senilai Rp200 juta. Uang suap itu dipakai untuk memperpanjang masa perjalanan dinas Dzulmi bersama keluarganya di Jepang. (Er)