Pelayananpublik.id – Satu tahun sudah jembatan Titi Dua Sicanang Belawan, Kota Medan ambruk. Jembatan yang jadi akses utama warga itu sudah kedua kalinya ambruk dari pertama kali dibangun.
Ada sekira 11.000 warga yang menggantungkan hidup mereka dari akses jembatan senilai Rp21 miliar tersebut.
Jembatan tersebut ambruk pada 20 Oktober 2018. Hingga saat ini, Jumat (25/10/2019), jembatan tersebut tak kunjung diperbaiki oleh pemerintah.
Jembatan tersebut rusak karena tergerus air dan banjir rob. Kondisi saat ini, warga hanya bisa melintasi jembatan darurat yang dibangun oleh warga dan personel TNI.
Akibat rusaknya jembatan, warga yang melewati jembatan darurat tersebut harus ekstra hati-hati karena tidak aman. Kondisi tersebut sangat bertolak belakang dengan kenyataan bahwa Medan merupakan kota metropolitan dengan slogan ‘Medan Rumah Kita’.
Alhasil, warga yang sudah lelah berharap kepada pemerintah berinisiatif untuk menggalang dana perbaikan jembatan.
Padahal, warga yang tinggal di kelurahan Belawan Sicanang sebagian besar adalah warga yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Aksi galang koin Titi Dua Sicanang yang dilakukan warga menampar keras wajah pemerintah. Warga Sicanang yang selama ini merasa terabaikan semakin kesulitan akibat rusaknya jembatan yang menghubungkan ke tempat-tempat penting.
“Jelas ini menampar keras wajah pemerintah yang jarang hadir pada persoalan kaum marginal. Bukti bahwa ketidakadilan itu terus terjadi,” kata pemerhati pelayanan publik, Dr Edy Ikhsan, Jumat (25/10/2019) di Medan.
Atas ketidakadilan yang nyata itu, rakyat melalui aksi galang dana ingin meluapkan kemarahan dengan cara yang masih santun.
“Namun jika pemerintah kota juga tertutup mata dan telinganya, maka bisa memicu kemarahan yang lebih besar lagi,” ujarnya.
Dia menerangan, pada 2018 lalu ada gelontoran APBD Medan Rp13 miliar lebih. Ironisnya malah, untuk tahun 2020 pengerjaan jembatan itu kembali dianggarkan dengan pagu yang hampir sama dengan tahun 2018.
Untuk itu, Edy Ikhsan yang juga Dosen Hukum USU mendorong Wakil Rakyat DPRD Medan Dapil Medan Utara untuk menyoroti kasus ini secara cermat.
“Jangan sampai lagi kontraktor yang gagal kembali dimenangkan untuk mengerjakan jembatan itu. Kemudian, sama-sama mendorong adanya potensi pelanggaran hukum dari pengerjaan jembatan itu sebelumnya,” kata Edy Ikhsan.
Menurut Edy Ikhsan, menyelidiki dugaan pelanggaran hukum dalam pengerjaan jembatan itu sangat perlu dilakukan demi kepastian hukum yang berkeadilan.
“Hukum itu harus pasti. Agar juga masyarakat yang selama ini mendorong transparansi pengerjaan jembatan itu juga mendapat kejelasan,” kata Edy Ikhsan.
Perbaikan jembatan tersebut terancam akan lama dikerjakan bila ditilik bahwa saat ini Kepala Dinas PUPR Pemko Medan Isa Anshari jadi tersangka KPK bersama Walikota Medan Dzulmi Eldin atas perkara suap.
“Kasus suap itu mengernyitkan dahi kita bahwa berapa banyak setoran yang sudah terjadi selama ini. Lalu, Kadis PUPR itu harus menyediakan uangnya darimana?” ujar Edy Ikhsan.
Untuk itu, ke depan bahwa proyek-proyek yang dikerjakan Pemko Medan haruslah berorientasi pada kebutuhan publik, bukan keinginan oknum yang berani memberi uang muka.
“Agar kemudian tak terulang lagi proyek jembatan yang dua kali ambruk dalam jangka waktu dua tahun,” tukas Edy Ikhsan.
Dijelaskan bahwa jembatan Titi dua Sicanang telah dianggarkan pada APBD Kota Medan Tahun 2017 dan dikerjakan oleh PT Jaya Star Utama dengan anggaran sekitar Rp8 miliar. Namun sebelum selesai sekitar tanggal 6 November 2017 jembatan tersebut amblas.
Dan pada APBD TA 2018 pekerjaan itu ditender ulang oleh dinas PU Medan dengan nilai Kontrak Rp13,642.443.000. Parahnya pada 20 Oktober 2018 jembatan itu kembali amblas, diketahui pimpinan proyek tahun 2017 dan 2018 adalah pihak yang sama.