Pelayananpublik.id- Belakangan ini publik diresahkan dengan rencana kenaikan iuran BPJS. Kenaikan iuran BPJS ini dinilai menambah beban rakyat.
Kenaikan iuran ini disebut-sebut sebanyak dua kali lipat.
Penyesuaian tarif iuran diusulkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencapai Rp 160.000 per bulan per jiwa untuk kelas 1 peserta umum atau non PBI. Jumlah kenaikannya mencapai dua kali lipat dari sebelumnya yang sebesar Rp 80.000.
Sedangkan kelas 3 baik PBI dan non PBI diusulkan menjadi Rp 42.000 per bulan per jiwa atau naik dua kali lipat untuk peserta PBI yang sebelumnya Rp 23.000 dan non PBI sebesar Rp 25.500.
Namun Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo menyebutkan besaran kenaikan iuran BPJS Kesehatan masih memungkinkan berubah.
Ia mengatakan masih ada kajian ulang terhadap usulan yang telah disampaikan ke pemerintah. Sehingga besaran kenaikannya masih menunggu Keputusan Presiden.
“Kita lihat angkanya tergantung pada Keppres-nya dan kenaikan, ini kan belum resmi baru usulan penyesuaian. Kalau nanti keppresnya sudah keluar berapa angka pastinya dari Bapak Presiden apakah jadi sekaligus atau bertahap,” katanya dikutip dari Antara.
Namun, ia mengatakan besarannya tidak akan lebih mahal dari rencana.
Kata dia, kemungkinan perubahan besaran iuran bisa lebih rendah, atau diterapkan secara bertahap.
“Lebih rendah mungkin, kalau bertahap juga mungkin. Tapi kalau lebih tinggi nggak mungkin,” jelas dia.
Mardiasmo menjelaskan usulan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di DPR RI adalah besaran iuran yang disesuaikan dari usulan kenaikan iuran dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
Menurutnya, Kementerian Keuangan sedikit memodifikasi besaran iuran yang diusulkan DJSN agar program Jaminan Kesehatan Nasional bisa berkelanjutan hingga 2025.
Hingga saat ini Presiden Joko Widodo belum menandatangani keputusan presiden (Keppres) terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diusulkan oleh Kementerian Keuangan.
Selain itu, kata dia, pemerintah akan menanggung sebanyak 73,63 persen pembiayaan dari besaran rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang akan diterapkan pada 2020.
“Kenaikan iuran ini, 73,63 persen sudah ditanggung pemerintah melalui PBI dan institusi pemerintah sebagai pemberi kerja,” katanya lagi.
Dia menyatakan pemerintah sudah berkontribusi pada pembiayaan jaminan kesehatan untuk masyarakat, baik yang dibiayai oleh pemerintah pusat maupun daerah.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris menjabarkan 73,63 persen kontribusi pemerintah dalam pembiayaan iuran Jaminan Kesehatan Nasional, berasal dari peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBN sebanyak 96,8 juta jiwa dan PBI APBD sebanyak 37 juta jiwa.
Selain itu, kontribusi pemerintah juga berasal dari pembiayaan iuran dari para aparatur sipil negara yaitu pegawai institusi pemerintah dan TNI-Polri. (*)
Sumber: Liputan6