Kalau Ada Bencana, Walhi: Para Pendukung PLTA Batang Toru Harus Tanggung Jawab

Pelayananpublik.id- Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) raksasa di Kawasan Hutan Batang Toru mendapat reaksi negatif dari kalangan pemerhati lingkungan Sumut.

Dalam hal ini Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumut jor-joran dan terang-terangan menolak keras adanya pembangunan PLTA oleh Toru PT NSHE tersebut.

Meski LSM lingkungan lain mulai melunak, Walhi Sumut masih pada pendiriannya dalam posisi menolak pembangunan yang dikhawatirkan akan memberi dampak buruk bagi ekosistem di hutan Batang Toru tersebut.

bank sumut selamat hari raya idul fitri

Gantinya, Walhi menyatakan bila ada terjadi efek turunan dari pembangunan tersebut maka pihak-pihak yang menyetujui dan mendukung baik dari pemerintah, LSM hingga perguruan tinggi juga harus bertanggung jawab.

Hal itu dikatakan Direktur Walhi Sumut Dana Tarigan dalam rilis pers yang diterima, Kamis (29/8).

Dana juga mengatakan sikap Walhi Sumut tetap sama yakni menolak pembangunan PLTA  Batang Toru PT NSHE yang turut berkontribusi mengacam Hutan Batang Toru serta Daerah Aliran Sungai yang menjadi sumber kehidupan masyarakat disekitar Hutan Batang Toru.

“Pembangunan Dam PLTA Batang Toru berada di zona merah sesar toru yang berpotensi menimbulkan bencana, serta mengancam habitat orang utan dan satwa langka dan dilindungi lainnya,” katanya.

Walhi meminta kepada penegak hukum untuk pro-aktif menindaklanjuti adanya dugaan maladministrasi serta adanya unsur pidana dalam penyusunan dokumen lingkungan yang menjadi salah satu syarat pembangunan PLTA Batang Toru PT NSHE.

Ia juga menegaskan Walhi menolak seluruh industri ekstraktif yang beraktivitas di Bentang Alam Batang Toru serta mendorong Pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap seluruh izin yang berada di Hutan Batang Toru.

Tidak Mengganggu Ekosistem

PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) menegaskan pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Batang Toru tidak merusak ekosistem hutan.

Dikutip dari Bisnis.com, Senior Advisor dan Juru Bicara NSHE Agus Djoko Ismanto menyatakan dari 132.000 hektare (ha) ekosistem di Batang Toru, proyek PLTA ini hanya memakai 122 ha. Dia mengklaim wilayah tersebut dulunya bukan hutan, melainkan lereng perkebunan yang dibeli dari masyarakat.

“Pohon-pohon ini kelihatannya seperti hutan kalau dilihat dari satelit, tapi kalau kita masuk ke dalam, tidak,” ujarnya kepada Bisnis usai menjadi pembicara pada The 5th International Conference of Indonesia Forestry Researchers di IPB International Convention Center, Bogor, Rabu (28/8/2019).

Ekosistem Batang Toru

Sebelumnya Dana menjelaskan ada sistem ekologis yang kompleks dalam hutan Batang Toru yang perlu dilindungi.

Ekosistem Batang Toru merupakan satu kesatuan ekologis yang saat ini masuk dalam wilayah administrasi tiga pemerintahan kabupaten yaitu Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan.

Bentang alam Batang Toru memiliki luas 168.658 hektar termasuk didalamnya Hutan Lindung Sibolga, Cagar Alam Sibual Buali dan Cagar Alam Dolok Sipirok.

Cakupan hutan Batang Toru terbagi dalam dua blok meliputi Blok Hutan Batang Toru Barat dan Blok Hutan Batang Toru Timur, sebelah Selatan Danau Toba. Total habitat alami Batang Toru diperkirakan seluas 150.000 hektar.

Ekosistem Batang Toru adalah habitat terakhir untuk Orangutan Tapanuli yang khas dari sisi genetika dan telah ditetapkan sebagai spesies baru. Hal tersebut akan menjadikan Orangutan Tapanuli sebagai jenis kera besar yang paling langka di dunia. Selain Orangutan terdapat 2 satwa mamalia langka lain yang tergolong critically Endangered (harimau dan tringgiling), 4 jenis yang Endangered (tapir, siamang, gibbon, lutung), dan 11 jenis vulnerable (misalnya kambing hutan,beruang madu, kucing mas dan kucing batu) juga menghuni Ekosistem Batang Toru.

Dari sisi flora, Ekosistem Batang Toru juga sangat kaya dan menjadi habitat untuk spesies langka dan dilindungi seperti Rafflesiadan Nepenthes [kantongsemar: minimal 8 spesies], ratusan jenis anggrek, serta berbagai jenis pohon yang tercatat sebagai “Critically Endangered” di IUCN Red List.

DAS Batang Toru

Kawasan ini memiliki  nilai ekologis dan ekonomis yang penting sebagai daerah tangkapan air (DAS) yang penting untuk tiga Kabupaten, sangat berperan dalam penyediaan air, mencegah banjir, erosi dan tanah longsor  serta memberi perlindungan bagi masyarakat  sebagai penyangga kehidupan.

Hutan Batang Toru meliputi 8 Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbeda, 7 DAS mengalir kearah barat menuju Samudera Hinidia, dan 1 DAS mengalir kearah timur menuju Selat Malaka.

Potensi air dari hutan Batang Toru penting bagi masyarakat, mayoritas dari mereka masih menggunakan air sungai untuk kebutuhan rumah tangga dan pertanian.

Selain itu, telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik. Secara umum, beberapa DAS tersebut dalam keadaan kritis, tinggal memiliki sisa tutupan hutan 5-14 %.

Menurut Walhi, saat ini ancaman sekaligus tantangan terhadap Hutan Batang Toru tersebut adalah; minimnya data dan informasi potensi dan kendala di kawasan tersebut; adanya aktivitas Izin Usaha Pertambangan (Kontrak Karya PT. Aginresources); lemahnya komunikasi dan koordinasi lintas sektor; hilangnya habitat satwa penting dan dilindungi; terjadinya konflik satwa dan manusia di sekitar hutan; hilangnya hak-hak masyarakat lokal atas sumber daya air, wilayah kelola rakyat dan pemenuhan tradisi dan spiritualitas adat. (*)