Pelayananpublik.id – Persatuan Indonesia kembali diuji dengan beberapa kejadian bernuansa Suku, Agama dan Ras yang membuat kegaduhan sesama anak bangsa.
Menyikapi hal tersebut, Ketua DPP Partai NasDem Martin Manurung meminta negara hadir melalui pemerintah yang mampu bertindak cepat dan adil agar kasus tersebut tidak bias dan meluas di tengah masyarakat Indonesia yang heterogen.
Dalam sepekan terakhir, Indonesia dihebohkan dengan dua isu yang sangat sensitif. Yang pertama adalah ceramah tentang salib yang dinilai telah menyakiti hati umat Kristen.
Yang kedua, beredarnya isu mengenai penghinaan terhadap warga Papua yang tinggal di Pulau Jawa. Dalam beberapa video yang beredar, beberapa kelompok menyebutkan kalimat yang juga kurang etis kepada para mahasiswa Papua.
Hal itu bermula dari adanya isu mengenai pengerusakan dan pembuangan bendera negara di Komplek Asrama Papua. Hal itu diduga menjadi pemicu kerusuhan di sejumlah wilayah di Kepulauan Papua yang membuat kehebohan di tengah masyarakat.
Melalui sambungan telepon, Kamis (22/08/2019), Ketua DPP Partai NasDem, Martin Manurung menilai, kegaduhan yang terjadi dalam sepekan terakhir merupakan sebagian kecil masalah yang bisa saja akan terjadi lagi, jika tidak ada tindakan tegas dan adil yang dilakukan negara.
Menurutnya, jika hal ini terus terbiarkan, bangsa Indonesia akan terbagi menjadi kelompok-kelompok yang dimana satu dengan yang lainnya akan beradu kekuatan.
“Saya sangat sepakat dengan para pemuka Agama dan tokoh masyarakat yang menyatakan perdamaian dan saling memaafkan. Namun negara juga harus hadir untuk menciptakan kenyamanan dan kesetaraan beragama dan berbudaya di antara sesama warga negara,” kata Martin.
Lebih lanjut Martin mengatakan agar negara juga melakukan peran preventif. “Bibit-bibit yang mengeksploitasi sentimen suku, agama dan ras sejak awal harus dipadamkan. Jangan ada pembiaran sehingga membesar,” ujar Martin.
“Bila terjadi pelanggaran hukum, negara juga harus menciptakan kesetaraan perlakuan kepada siapapun dan dari kelompok manapun. Hal ini untuk menghindari kesan bahwa ada perbedaan perlakuan antarkelompok masyarakat,” pungkas Martin Manurung. (bd)