Pelayananpublik.id- Dalam Pemilu, Aparatur Sipil Negara (ASN) diwajibkan untuk bersikap netral. Artinya tidak boleh menunjukkan dukungan politiknya kepada publik apalagi terang-terangan ikut kampanye.
Hal ini sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) disebutkan bahwa ASN harus menjalankan tugas dan fungsinya tanpa intervensi politik (Pasal 12 UU ASN).
Faktanya, ada 991 ASN yang melanggar netralitas dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Tahun 2018 sampai Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2019.
Hal itu dikatakan Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Mohammad Ridwan.
“Dari jumlah 991 ASN itu, 299 sudah diproses sampai tahap pemberian sanksi yang terdiri dari 179 dikenakan sanksi disiplin dan 120 dikenakan sanksi kode etik. Dan 692 belum ditetapkan sanksi masih dalam tahap pemeriksaan dan klarifikasi lebih lanjut dengan pihak instansi masing-masing,” jelasnya seperti dilansir dari laman Setkab RI, Rabu (24/7).
Sebelumnya BKN sudah melakukan sinkronisasi data pelanggaran netralitas dengan instansi pemerintah daerah (Provinsi/Kota/Kabupaten) pada tanggal 4–10 Juli 2019.
Mengingat dari total 991 ASN yang terlibat pelanggaran netralitas, 99.5% berstatus pegawai instansi pemerintah daerah.
Soal sanksi, kata dia, ASN yang terbukti melanggar netralitas diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
Sanksi disiplin bisa berupa penundaan kenaikan gaji, penundaan kenaikan pangkat, hingga penurunan pangkat.
Jenis pelanggaran netralitas berkategori sanksi hukuman disiplin sedang meliputi Ikut serta sebagai pelaksana kampanye; Menjadi peserta kampanye; Mengadakan kegiatan yang mengarah keberpihakan terhadap pasangan calon; Memberi dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah; Terlibat kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah; dan Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
“Sanksi yang diterapkan dapat berupa : Penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun; Penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun; dan Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun,” terangnya.
Sementara sanksi kode etik dikenakan untuk pelanggaran netralitas meliputi sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara; Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye; dan Menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
“Sanksi yang diterapkan dapat berupa: Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun; Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah; Pembebasan dari jabatan; hingga Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS,” kata dia. (Nur Fatimah)